Kamis, 19 Januari 2017

MAKALAH IKM


MAKALAH
ILMU KESEHATAN MASYARAKAT
KONSEP FARMASI DALAM KESEHATAN MASYARAKAT
DI SUSUN OLEH :
La Ode Samsul
F-14020
AKADEMI FARMASI SANDI KARSA
MAKASSAR 
2017
BAB I
PENDAHULUAN
I.1 Latar Belakang
Dewasa ini di Indonesia terdapat beberapa masalah kesehatan penduduk yang masih perlu mendapat perhatian secara sungguh-sungguh dari semua pihak karena dampaknya akan mempengaruhi kualitas bahan baku sumber daya manusia Indonesia di masa yang akan datang. Di negara kita mereka yang mempunyai penyakit diperkirakan 15% sedangkan yang merasa sehat atau tidak sakit adalah selebihnya atau 85%. Selama ini nampak bahwa perhatian yang lebih besar ditujukan kepada mereka yang sakit. Sedangkan mereka yang berada di antara sehat dan sakit tidak banyak mendapat upaya promosi. Untuk itu, dalam penyusunan prioritas anggaran, peletakan perhatian dan biaya sebesar 85 % seharusnya diberikan kepada 85% masyarakat sehat yang perlu mendapatkan upaya promosi kesehatan.
Kesehatan masyarakat merupakan salah satu modal pokok dalam rangka pertumbuhan dan kehidupan bangsa. Dalam arti lain, kesehatan masyarakat adalahkombinasi antara teori (ilmu) dan praktik (seni) yang bertujuan untuk mencegah penyakit, memperpanjang usia hidup, dan meningkatkan kesehatan penduduk (masyarakat). Untuk mewujudkan hal ini secara optimal diselenggarakan upaya kesehatan. Upaya kesehatan adalah setiap kegiatan untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan dan tempat yang digunakan untuk menyelenggarakannya disebut sarana kesehatan. Sarana kesehatan berfungsi untuk melakukan upaya kesehatan dasar atau upaya kesehatan rujukan dan atau upaya kesehatan penunjang. Selain itu, sarana kesehatan dapat juga dipergunakan untuk kepentingan pendidikan dan pelatihan serta penelitian, pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi di bidang kesehatan.
Pelayanan farmasi merupakan salah satu kegiatan yang menunjang pelayanan kesehatan yang bermutu. Seorang farmasi masuk dalam kegiatan
upaya kesehatan, yang terdiri atas anamnesa kefarmasian, diagnosa kefarmasian, tindakan kefarmasian dan evaluasi kefarmasian, selain itu sarana produksi sediaan farmasi (bahan baku obat, fitofarmaka, obat tradisional, kosmetika, nutrisi tambahan, alat keshatan rumah tangga) sangat berguna bagi masyarakat.
  
 
BAB II
ISI
II.1 Farmasi Dalam Kesehatan Masyarakat
Profesi farmasi hingga kini masih belum sangat dikenal luas oleh masyarakat. Padahal sebenarnya, farmasi juga memiliki peran yang sangat penting dalam kesehatan masyarakat. Hal ini karena yang paling kompeten tentang obat-obatan adalah orang-orang farmasi. Keterkaitan farmasis dalam fungsi kesehatan masyarakat terutama dalam menyusun kebijakan (menyangkut) kesehatan, baik organisasi, lokal, regional, nasional, maupun internasional.
Parameter umum tentang hubungan farmasis dengan kesehatan masyarakat adalah penggunaan obat (rasional) yang terkait kebijakan publik. Jika farmasis tidak terlibat dalam penentuan kebijakan tersebut pelayanan kesehatan masyarakat tidak terlayani secara optimum.
A.  Beberapa hal yang melibatkan farmasis dalam kesehatan masyarakat
·      Identifikasi health-related public/comm problems: secara luas berprinsip pada epidemiologi, termasuk pengumpulan data yg diperlukan untuk penentuan penyebab penyakit, efek (obat), penyembuhan penyakit. masalah yang muncul di antaranya: prevalensi dan insidensi penyakit, jumlah dan penderitaan ADRs, tingkat kepatuhan minum obat, biaya, karakteristik peresepan, kesalahan dispensing, dan pengobatan sendiri.
·      Penentuan prioritas kesehatan : lewat proses legislative/regulasi yaitu penentuan alokasi dana untuk pelaksanaan pelayanan kesehatan.
·      Health planning : setelah prioritas ditentukan, program pelaksanaan disusun secara sistematik sesuai tujuan yang telah ditetapkan.
·      Evaluasi program : data harus dikumpulkan untuk digunakan sebagai umpan balik bagi proses perencanaan tugas berikutnya, sehingga sistem menjadi dinamik.
·      Reimbursement/economics : alokasi biaya dan pengelolaannya secara efektif – efisien merupakan faktor esensial. Kelancaran pembiayaan untuk pelayanan seluruh populasi, termasuk untuk obat, harus diupayakan secara optimal.
·      Program legislative/regulasi : penentuan parameter baku mutu pelayanan yg berlaku secara nasional.
·      Increasing access to health services : farmasis merupakan profesional kesehatan àoptimalisasi fungsi
1.    Aktivitas farmasis dalam pelayanan kesehatan masyarakat
·      Imunisasi : dalam pemberian tidak berperan, namun suplai logistik merupakan hal yang esensial. Hal yang lebih penting adalah peran penyuluh kesehatan pada masyarakat, sehingga dapat meningkatkan partisipasi.
·      Penyalah-gunaan dan penggunaan-salah: obat, alkohol, merokok, zat addiktif yang lain, dosis. Pendidikan merupakan prioritas penentu.
·      Penyuluhan penularan penyakit seksual : AIDS à pendidikan perilaku sehat.
·      Keluarga berencana : penyuluhan dan penyebaran informasi kesehatan : informasi diit, latihan fisik, konsep health believe.
·      Model, adopsi-inovasi, penggunaan obat secara benar.
·      Fluoridation : keseimbangan elektrolit air bersih, kesehatan gigi.
·      Promosi kesehatan.
·      Pencegahan keracunan : tindakan awal, pertolongan pertama kesehatan, pemberian antidotum.
·      Quackery : obesity, penyakit degeneratif, kronik, menular.
·      Persiapan penanggulangan bahaya dan keadaan darurat : perencanaan penanggulangan bahaya banjir, gempa, epidemi, pandemi, kecelakaan beratàpanduan informasi pencegahan, penanggulangan penyakit, pppk korban, persiapan obat pertama,
·      Pelaksanaannya dalam kelompok terpadu dikelola dengan baik.
·      Perlindungan (monitoring) terhadap lingkungan : dampak semua bentuk polusi terhadap kesehatan harus di-informasikan kepada masyarakatà peran farmasis sebagai pendidik kesehatan masyarakat/individual
·      Keamanan tempat kerja: penjaminan keselamatan tempat kerja, pengobatan sendiri sebagai pppk, metode pelaporan dan penanggulangan, sehingga dapat segera mendapat penatalaksanaan yang benar, serta mencegah terulang kembali kejadian yg mirip.
Aktivitas farmasis pada kesehatan masyarakat dapat didasarkan atas 2 karakteristik:
1.      Sebagai profesional: kewajiban dan tugas utamanya adalah kesejahteraan pasien di atas kepentingan sendiri, ekonomi, interes.
2.      sebagai warganegara yg menikmati penghormatan khusus (unusual) dari publik: kewajibannya adalah pengembangan pengabdian profesi (privileged position) untuk kepentingan publik (masyarakat)à pelayanan kesehatan.
Pharmaceutical Care
Dalam evolusi perkembangan pelayanan farmasi telah terjadi pergeseran orientasi pelayanan farmasi dari orientasi terhadap produk menjadi orientasi terhadap kepentingan pasien yang dilatarbelakangi oleh perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi di bidang kesehatan serta menguatnya tuntutan terhadap jaminan keselamatan pasien. Orientasi terhadap kepentingan pasien tanpa mengesampingkan produk dikenal dengan konsep Pharmaceutical Care. Dengan banyak ditemukannya masalah yang berkaitan dengan obat dan penggunaannya; semakin meningkatnya keadaan sosio-ekonomi dan tingkat pendidikan masyarakat; serta adanya tuntutan dari masyarakat akan pelayanan kefarmasian yang bermutu terutama di rumah sakit maupun di komunitas, Pharmaceutical Care merupakan hal yang mutlak harus diterapkan.
Penekanan Pharmaceutical Care terletak pada dua hal utama, yaitu:
  • Apoteker  memberikan   pelayanan   kefarmasian   yang   dibutuhkan   pasien sesuai kondisi penyakit.
  • Apoteker membuat komitmen untuk meneruskan pelayanan setelah dimulai secara berkesinambungan.
Secara prinsip, Pharmaceutical Care atau pelayanan kefarmasian terdiri dari beberapa tahap yang harus dilaksanakan secara berurutan:
·         Penyusunan informasi dasar atau database pasien.
·         Evaluasi atau Pengkajian (Assessment).
·         Penyusunan Rencana Pelayanan Kefarmasian (RPK).
·         Implementasi RPK.
·         Monitoring Implementasi.
·         Tindak Lanjut (Follow Up).
Keseluruhan tahap pelayanan kefarmasian ini dilakukan dalam suatu proses penyuluhan dan konseling kepada pasien mengenai penyakit yang dideritanya.
II.2 Tingkat Pencegahan  Penyakit Oleh Farmasi
Sebagai seorang tenaga profesional, seorang apoteker hendaknya berperan dalam membantu upaya pemerintah dalam menciptakan masyarakat Indonesia yang sehat dan mandiri. Apoteker khususnya harus berperan aktif dalam penanganan penyakit-penyakit yang membutuhkan pengobatan jangka panjang, memiliki prevalensi yang tinggi dan juga membahayakan jiwa. Penyakit hati termasuk penyakit yang cukup banyak diderita masyarakat Indonesia, jenisnya beragam dan membutuhkan penanganan yang berbeda. Peran serta apoteker ini didasari dengan pengetahuan yang dimiliki apoteker tentang patofisiologi penyakit; diet yang harus dijalani; obat-obatan yang diperlukan atau harus dihindari oleh pasien penyakit hati.
A.  Peran Apoteker
Peran aktif apoteker di antaranya adalah sebagai berikut:
1. Melakukan upaya pencegahan penyakit hati Upayaini diwujudkan melalui:
·       Pemberian penyuluhan kepada masyarakat tentang penyakit-penyakit hati; gejala awal, sumber penyakit, cara pencegahan dan pertolongan pertama yang harus dilakukan.
·       Pembuatan buletin, leaflet, poster, dan iklan layanan masyarakat seputar penyakit liver dalam rangka edukasi di atas.
·       Berpartisipasi dalam upaya pengendalian infeksi di rumah sakit melalui Komite Pengendali Infeksi dengan memberikan saran tentang pemilihan antiseptik dan desinfektan; menyusun prosedur, kebijakan untuk mencegah terkontaminasinya produk obat yang diracik di instalasi farmasi atau apotek; menyusun rekomendasi tentang penggantian, pemilihan alat-alat kesehatan, injeksi, infus, alat kesehatan yang digunakan untuk tujuan baik invasive maupun non-invasif, serta alat kesehatan balut yang digunakan di ruang perawatan, ruang tindakan, maupun di unit perawatan intensif (ICU).
·       Memberikan informasi dan edukasi kepada pasien untuk mempercepat proses penyembuhan, mencegah bertambah parah atau mencegah kambuhnya penyakit. Hal ini dilakukan dengan cara:
·       Memberikan informasi kepada pasien tentang penyakitnya dan perubahan pola hidup yang harus dijalani (misalnya: diet rendah lemak dan garam, tidak minum minuman beralkohol, istirahat yang cukup).
·       Menjelaskan obat-obat yang harus digunakan, indikasi, cara penggunaan, dosis, dan waktu penggunaannya.
·       Melakukan konseling kepada pasien untuk melihat perkembangan terapinya dan memonitor kemungkinan terjadinya efek samping obat.
B.  Konseling
Tujuan pemberian konseling kepada pasien adalah untuk mengetahui sejauh mana pengetahuan dan kemampuan pasien dalam menjalani pengobatannya serta untuk memantau perkembangan terapi yang dijalani pasien. Ada tiga pertanyaan utama (Three Prime Questions) yang dapat digunakan oleh apoteker dalam membuka sesi konseling untuk pertama kalinya. Pertanyaan tersebut adalah sebagai berikut:
  1. Apa yang telah dokter katakan tentang obat anda?
  2. Apa yang dokter jelaskan tentang harapan setelah minum obat ini?
  3. Bagaimana penjelasan dokter tentang cara minum obat ini?
Pengajuan ketiga pertanyaan di atas dilakukan dengan tujuan agar tidak terjadi pemberian informasi yang tumpang tindih (menghemat waktu); mencegah pemberian informasi yang bertentangan dengan informasi yang telah disampaikan oleh dokter (misalnya menyebutkan indikasi lain dari obat yang diberikan) sehingga pasien tidak akan meragukan kompetensi dokter atau apoteker; dan juga untuk menggali informasi seluas-luasnya (dengan tipe open ended question).
C.  Penyuluhan
Penyuluhan dapat dilakukan secara langsung ataupun tidak langsung. Penyuluhan langsung dapat dilakukan secara perorangan maupun kelompok; sedangkan penyuluhan tidak langsung dapat dilakukan melalui penyampaian pesan-pesan penting dalam bentuk brosur, leaflet atau tulisan dan gambar di dalam media cetak atau elektronik, misalnya penyuluhan tentang pencegahan dan penanggulangan penyakit liver perlu dilaksanakan secara berkelanjutan mengingat sebagian besar penyebab penyakit hati adalah karena kurangnya pengetahuan dan kesadaran masyarakat dalam melindungi diri mereka terhadap penyakit-penyakit hati tersebut.
Apoteker diharapkan dapat memberikan penyuluhan secara personal dengan pasien penyakit liver. Penyuluhan secara personal dapat meningkatkan kepatuhan pasien dalam menjalani pengobatannya. Hendaknya apoteker memastikan bahwa pasien tahu tentang penyakit yang dideritanya, pentingnya kepatuhan terhadap diet yang disarankan serta akibat dari ketidakpatuhan atau kelalaian dalam menjalankan terapi pengobatannya. Pasien harus diberi pengertian bahwa penyakit liver, khususnya hepatitis dapat menimbulkan komplikasi lebih lanjut seperti asites, sirosis hati dan kematian apabila tidak ditangani dengan baik. Pasien juga harus diberikan daftar obat-obatan yang tidak boleh diminum, seperti misalnya parasetamol yang bersifat hepatotoksik; jadi apoteker harus mengingatkan pasien untuk menggunakan obat yang lain (misalnya asetosal) pada saat pasien terserang demam.

 

SWAMEDIKASI

Swamedikasi, atau pengobatan sendiri adalah perilaku untuk mengatasi sakit ringan sebelum mencari pertolongan ke petugas atau fasilitas kesehatan. Lebih dari 60% dari anggota masyarakat melakukan swamedikasi, dan 80% di antaranya mengandalkan obat modern.

Swamedikasi adalah Pengobatan diri sendiri yaitu penggunaan obat-obatan atau menenangkan diri bentuk perilaku untuk mengobati penyakit yang dirasakan atau nyata. Pengobatan diri sendiri sering disebut dalam konteks orang mengobati diri sendiri, untuk meringankan penderitaan mereka sendiri atau sakit. Dasar hukumnya permekes No.919/MENKES/PER/X/1993, secara sederhana swamedikasi adalah upaya seseorang dalam mengobati gejala sakit atau penyakit tanpa berkonsultasi dengan dokter terlebih dahulu. Namun bukan berarti asal mengobati, justru pasien harus mencari informasi obat yang sesuai dengan penyakitnya dan apoteker-lah yang bisa berperan di sini. Apoteker bisa memberikan informasi obat yang objektif dan rasional. Swamedikasi boleh dilakukan untuk kondisi penyakit yang ringan, umum dan tidak akut. Setidaknya ada lima komponen informasi yang yang diperlukan untuk swamedikasi yang tepat menggunakan obat modern, yaitu pengetahuan tentang kandungan aktif obat (isinya apa?), indikasi (untuk mengobati apa?), dosage (seberapa banyak? seberapa sering?), effek samping, dan kontra indikasi (siapa/ kondisi apa yang tidak boleh minum obat itu?).

Kriteria obat yang digunakan
Sesuai permenkes No.919/MENKES/PER/X/1993, kriteria obat yang dapat diserahkan tanpa resep:
1. Tidak dikontraindikasikan untuk penggunaan pada wanita hamil, anak di bawah usia 2 tahun dan orang tua di atas 65 tahun.
2. Pengobatan sendiri dengan obat dimaksud tidak memberikan risiko pada kelanjutan penyakit.
3. Penggunaannya tidak memerlukan cara atau alat khusus yang harus dilakukan oleh tenaga kesehatan
4. Penggunaannya tidak memerlukan cara atau alat khusus yang harus dilakukan oleh tenaga kesehatan
5. Penggunaannya diperlukan untuk penyakit yang prevalensinya tinggi di Indonesia
6. Obat dimaksud memiliki rasio khasiat keamanan yang dapat dipertanggungjawabkan untuk pengobatan sendiri
Dampak positifnya :
Pencegahan maupun pengobatan yang lebih dini
 Biaya yang lebih terjangkau dan cepat
Dampak negatifnya :
 Pengobatan yg kurang rasional
Manfaat
Swamedikasi bermanfaat dalam pengobatan penyakit atau nyeri ringan, hanya jika dilakukan dengan benar dan rasional, berdasarkan pengetahuan yang cukup tentang obat yang digunakan dan kemampuan nengenali penyakit atau gejala yang timbul. Swamedikasi secara serampangan bukan hanya suatu pemborosan, namun juga berbahaya.
Dengan semakin banyak masyarakat yang melakukan swamedikasi, maka informasi mengenai obat yang tepat & sesuai dengan kebutuhan mereka juga semakin diperlukan. Dalam hal itulah seorang apoteker mempunyai peranan penting untuk memberikan informasi yang tepat tentang obat kepada pasien atau konsumen.
BAB III
PENUTUP
III.1 Kesimpulan
·         Pelayanan farmasi merupakan salah satu kegiatan yang menunjang pelayanan kesehatan yang bermutu. Seorang farmasi masuk dalam kegiatan upaya kesehatan, yang terdiri atas anamnesa kefarmasian, diagnosa kefarmasian, tindakan kefarmasian dan evaluasi kefarmasian, selain itu sarana produksi sediaan farmasi (bahan baku obat, fitofarmaka, obat tradisional, kosmetika, nutrisi tambahan, alat keshatan rumah tangga) sangat berguna bagi masyarakat.
·         Parameter umum tentang hubungan farmasis dengan kesehatan masyarakat adalah penggunaan obat (rasional) yang terkait kebijakan publik. Jika farmasis tidak terlibat dalam penentuan kebijakan tersebut pelayanan kesehatan masyarakat tidak terlayani secara optimum.
·         Masyarakat dapat melakukan pengobatan sendiri yang disebut swamedikasi namun harus mencari informasi obat yang sesuai dengan penyakitnya sesuai dengan arahan seorang farmasi.

DAFTAR PUSTAKA
Notoatmodjo, Soekidjo. 2011. “Kesehatan Masyarakat”. Jakarta: Rineka Cipta
http://swamedikasi.wordpress.com/
http://filosofi-konsep-diri-profesi-farmasi.ppt

Tidak ada komentar:

Posting Komentar