MAKALAH
ILMU
KESEHATAN MASYARAKAT
DI
SUSUN OLEH :
La Ode Samsul
F-14020
AKADEMI FARMASI SANDI KARSA
MAKASSAR
2017
BAB I
PENDAHULUAN
I.1 Latar Belakang
Dewasa ini di Indonesia terdapat beberapa masalah kesehatan penduduk
yang masih perlu mendapat perhatian secara sungguh-sungguh dari semua pihak
karena dampaknya akan mempengaruhi kualitas bahan baku sumber daya manusia
Indonesia di masa yang akan datang. Di negara kita mereka yang mempunyai
penyakit diperkirakan 15% sedangkan yang merasa sehat atau tidak sakit adalah
selebihnya atau 85%. Selama ini nampak bahwa perhatian yang lebih besar
ditujukan kepada mereka yang sakit. Sedangkan mereka yang berada di antara
sehat dan sakit tidak banyak mendapat upaya promosi. Untuk itu, dalam
penyusunan prioritas anggaran, peletakan perhatian dan biaya sebesar 85 %
seharusnya diberikan kepada 85% masyarakat sehat yang perlu mendapatkan upaya
promosi kesehatan.
Kesehatan masyarakat merupakan salah satu modal pokok dalam rangka
pertumbuhan dan kehidupan bangsa. Dalam arti lain, kesehatan masyarakat
adalahkombinasi antara teori (ilmu) dan praktik (seni) yang bertujuan untuk
mencegah penyakit, memperpanjang usia hidup, dan meningkatkan kesehatan
penduduk (masyarakat). Untuk mewujudkan hal ini secara optimal diselenggarakan
upaya kesehatan. Upaya kesehatan adalah setiap kegiatan untuk memelihara dan
meningkatkan kesehatan dan tempat yang digunakan untuk menyelenggarakannya
disebut sarana kesehatan. Sarana kesehatan berfungsi untuk melakukan upaya
kesehatan dasar atau upaya kesehatan rujukan dan atau upaya kesehatan
penunjang. Selain itu, sarana kesehatan dapat juga dipergunakan untuk
kepentingan pendidikan dan pelatihan serta penelitian, pengembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi di bidang kesehatan.
Pelayanan farmasi merupakan salah satu kegiatan yang menunjang
pelayanan kesehatan yang bermutu. Seorang farmasi masuk dalam kegiatan
upaya kesehatan, yang terdiri atas anamnesa kefarmasian, diagnosa kefarmasian, tindakan kefarmasian dan evaluasi kefarmasian, selain itu sarana produksi sediaan farmasi (bahan baku obat, fitofarmaka, obat tradisional, kosmetika, nutrisi tambahan, alat keshatan rumah tangga) sangat berguna bagi masyarakat.
upaya kesehatan, yang terdiri atas anamnesa kefarmasian, diagnosa kefarmasian, tindakan kefarmasian dan evaluasi kefarmasian, selain itu sarana produksi sediaan farmasi (bahan baku obat, fitofarmaka, obat tradisional, kosmetika, nutrisi tambahan, alat keshatan rumah tangga) sangat berguna bagi masyarakat.
BAB II
ISI
II.1 Farmasi Dalam Kesehatan
Masyarakat
Profesi farmasi hingga kini masih belum sangat dikenal luas oleh
masyarakat. Padahal sebenarnya, farmasi juga memiliki peran yang sangat penting
dalam kesehatan masyarakat. Hal ini karena yang paling kompeten tentang
obat-obatan adalah orang-orang farmasi. Keterkaitan
farmasis dalam fungsi kesehatan masyarakat terutama dalam menyusun kebijakan (menyangkut)
kesehatan, baik organisasi, lokal, regional, nasional, maupun
internasional.
Parameter umum tentang hubungan farmasis dengan kesehatan masyarakat adalah penggunaan obat (rasional) yang terkait kebijakan publik. Jika farmasis tidak terlibat dalam penentuan kebijakan tersebut pelayanan kesehatan
masyarakat tidak terlayani secara optimum.
A.
Beberapa hal yang
melibatkan farmasis dalam kesehatan masyarakat
·
Identifikasi
health-related public/comm problems: secara luas berprinsip pada
epidemiologi, termasuk pengumpulan data yg diperlukan untuk penentuan penyebab penyakit, efek (obat), penyembuhan penyakit. masalah yang muncul di antaranya: prevalensi dan insidensi
penyakit, jumlah dan penderitaan ADRs, tingkat kepatuhan minum obat, biaya, karakteristik
peresepan, kesalahan dispensing, dan pengobatan sendiri.
·
Penentuan
prioritas kesehatan : lewat proses legislative/regulasi
yaitu penentuan alokasi dana untuk
pelaksanaan pelayanan kesehatan.
·
Health
planning : setelah prioritas
ditentukan, program pelaksanaan disusun secara sistematik sesuai tujuan yang telah ditetapkan.
·
Evaluasi
program : data harus dikumpulkan untuk digunakan sebagai umpan balik bagi proses perencanaan tugas
berikutnya, sehingga sistem menjadi dinamik.
·
Reimbursement/economics : alokasi biaya dan pengelolaannya secara efektif – efisien
merupakan faktor esensial. Kelancaran pembiayaan untuk pelayanan seluruh populasi, termasuk
untuk obat, harus diupayakan secara optimal.
·
Program
legislative/regulasi : penentuan parameter baku mutu pelayanan yg berlaku
secara nasional.
·
Increasing
access to health services :
farmasis merupakan
profesional kesehatan àoptimalisasi fungsi
1.
Aktivitas farmasis dalam pelayanan kesehatan masyarakat
·
Imunisasi
: dalam pemberian tidak berperan, namun suplai logistik merupakan hal yang esensial. Hal yang lebih penting adalah
peran penyuluh kesehatan pada masyarakat,
sehingga dapat meningkatkan partisipasi.
·
Penyalah-gunaan
dan penggunaan-salah: obat, alkohol, merokok, zat addiktif yang lain, dosis.
Pendidikan merupakan prioritas penentu.
·
Penyuluhan
penularan penyakit seksual : AIDS à pendidikan perilaku sehat.
·
Keluarga
berencana : penyuluhan dan penyebaran informasi kesehatan : informasi diit, latihan fisik, konsep
health believe.
·
Model, adopsi-inovasi,
penggunaan obat secara benar.
·
Fluoridation
: keseimbangan elektrolit air bersih, kesehatan gigi.
·
Promosi kesehatan.
·
Pencegahan
keracunan : tindakan awal, pertolongan pertama kesehatan, pemberian
antidotum.
·
Quackery :
obesity, penyakit degeneratif, kronik, menular.
·
Persiapan
penanggulangan bahaya dan keadaan darurat : perencanaan penanggulangan bahaya
banjir, gempa, epidemi, pandemi, kecelakaan beratàpanduan informasi pencegahan, penanggulangan penyakit, pppk korban, persiapan obat pertama,
·
Pelaksanaannya
dalam kelompok terpadu dikelola dengan baik.
·
Perlindungan
(monitoring) terhadap lingkungan : dampak
semua bentuk polusi terhadap kesehatan harus
di-informasikan kepada masyarakatà peran farmasis sebagai pendidik kesehatan masyarakat/individual
·
Keamanan tempat kerja: penjaminan keselamatan tempat kerja,
pengobatan sendiri sebagai pppk, metode pelaporan dan penanggulangan, sehingga dapat segera mendapat
penatalaksanaan yang benar, serta mencegah
terulang kembali kejadian yg mirip.
Aktivitas farmasis pada kesehatan masyarakat dapat
didasarkan atas 2 karakteristik:
1.
Sebagai
profesional: kewajiban dan tugas utamanya adalah kesejahteraan pasien di atas
kepentingan sendiri, ekonomi, interes.
2.
sebagai
warganegara yg menikmati penghormatan khusus (unusual) dari publik:
kewajibannya adalah pengembangan pengabdian profesi (privileged position)
untuk kepentingan publik (masyarakat)à pelayanan kesehatan.
Pharmaceutical Care
Dalam evolusi perkembangan pelayanan farmasi
telah terjadi pergeseran orientasi pelayanan farmasi dari orientasi terhadap
produk menjadi orientasi terhadap kepentingan pasien yang dilatarbelakangi oleh
perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi di bidang kesehatan serta
menguatnya tuntutan terhadap jaminan keselamatan pasien. Orientasi terhadap
kepentingan pasien tanpa mengesampingkan produk dikenal dengan konsep Pharmaceutical
Care. Dengan banyak ditemukannya masalah yang berkaitan dengan obat dan
penggunaannya; semakin meningkatnya keadaan sosio-ekonomi dan tingkat
pendidikan masyarakat; serta adanya tuntutan dari masyarakat akan pelayanan
kefarmasian yang bermutu terutama di rumah sakit maupun di komunitas, Pharmaceutical
Care merupakan hal yang mutlak harus diterapkan.
Penekanan Pharmaceutical
Care terletak pada dua hal utama, yaitu:
- Apoteker memberikan pelayanan kefarmasian yang dibutuhkan pasien sesuai kondisi penyakit.
- Apoteker membuat komitmen untuk meneruskan pelayanan setelah dimulai secara berkesinambungan.
Secara prinsip, Pharmaceutical Care atau
pelayanan kefarmasian terdiri dari beberapa
tahap yang harus dilaksanakan secara berurutan:
·
Penyusunan
informasi dasar atau database pasien.
·
Evaluasi atau
Pengkajian (Assessment).
·
Penyusunan Rencana
Pelayanan Kefarmasian (RPK).
·
Implementasi
RPK.
·
Monitoring
Implementasi.
·
Tindak Lanjut (Follow
Up).
Keseluruhan
tahap pelayanan kefarmasian ini dilakukan dalam suatu proses penyuluhan dan
konseling kepada pasien mengenai penyakit yang dideritanya.
II.2 Tingkat
Pencegahan Penyakit Oleh Farmasi
Sebagai seorang tenaga profesional, seorang apoteker hendaknya berperan
dalam membantu upaya pemerintah dalam menciptakan masyarakat Indonesia yang
sehat dan mandiri. Apoteker khususnya harus berperan aktif dalam penanganan
penyakit-penyakit yang membutuhkan pengobatan jangka panjang, memiliki
prevalensi yang tinggi dan juga membahayakan jiwa. Penyakit hati termasuk
penyakit yang cukup banyak diderita masyarakat Indonesia, jenisnya beragam dan membutuhkan penanganan yang berbeda.
Peran serta apoteker ini didasari dengan pengetahuan yang dimiliki
apoteker tentang patofisiologi penyakit; diet yang harus dijalani; obat-obatan
yang diperlukan atau harus dihindari oleh pasien penyakit hati.
A. Peran Apoteker
Peran aktif apoteker di antaranya adalah sebagai
berikut:
1. Melakukan upaya pencegahan
penyakit hati Upayaini diwujudkan melalui:
·
Pemberian penyuluhan kepada
masyarakat tentang penyakit-penyakit hati; gejala awal, sumber penyakit, cara
pencegahan dan pertolongan pertama yang harus dilakukan.
·
Pembuatan buletin, leaflet,
poster, dan iklan layanan masyarakat seputar penyakit liver dalam rangka
edukasi di atas.
·
Berpartisipasi dalam upaya
pengendalian infeksi di rumah sakit melalui Komite Pengendali Infeksi dengan
memberikan saran tentang pemilihan antiseptik dan desinfektan; menyusun
prosedur, kebijakan untuk mencegah terkontaminasinya produk obat yang diracik
di instalasi farmasi atau apotek; menyusun rekomendasi tentang penggantian,
pemilihan alat-alat kesehatan, injeksi, infus, alat kesehatan yang digunakan
untuk tujuan baik invasive maupun non-invasif, serta alat kesehatan
balut yang digunakan di ruang perawatan, ruang tindakan, maupun di unit
perawatan intensif (ICU).
·
Memberikan informasi dan edukasi
kepada pasien untuk mempercepat proses penyembuhan, mencegah bertambah parah
atau mencegah kambuhnya penyakit. Hal ini dilakukan dengan cara:
·
Memberikan informasi kepada pasien
tentang penyakitnya dan perubahan pola hidup yang harus dijalani (misalnya:
diet rendah lemak dan garam, tidak minum minuman beralkohol, istirahat yang
cukup).
·
Menjelaskan obat-obat yang harus
digunakan, indikasi, cara penggunaan, dosis, dan waktu penggunaannya.
·
Melakukan konseling kepada pasien
untuk melihat perkembangan terapinya dan memonitor kemungkinan terjadinya efek
samping obat.
B.
Konseling
Tujuan
pemberian konseling kepada pasien adalah untuk mengetahui sejauh mana
pengetahuan dan kemampuan pasien dalam menjalani pengobatannya serta untuk
memantau perkembangan terapi yang dijalani pasien. Ada tiga pertanyaan utama (Three
Prime Questions) yang dapat digunakan oleh apoteker dalam membuka sesi
konseling untuk pertama kalinya. Pertanyaan tersebut adalah sebagai berikut:
- Apa yang telah dokter katakan tentang obat anda?
- Apa yang dokter jelaskan tentang harapan setelah minum obat ini?
- Bagaimana penjelasan dokter tentang cara minum obat ini?
Pengajuan
ketiga pertanyaan di atas dilakukan dengan tujuan agar tidak terjadi pemberian
informasi yang tumpang tindih (menghemat waktu); mencegah pemberian informasi
yang bertentangan dengan informasi yang telah disampaikan oleh dokter (misalnya
menyebutkan indikasi lain dari obat yang diberikan) sehingga pasien tidak akan
meragukan kompetensi dokter atau apoteker; dan juga untuk menggali informasi
seluas-luasnya (dengan tipe open ended question).
C. Penyuluhan
Penyuluhan
dapat dilakukan secara langsung ataupun tidak langsung. Penyuluhan langsung
dapat dilakukan secara perorangan maupun kelompok; sedangkan penyuluhan tidak
langsung dapat dilakukan melalui penyampaian pesan-pesan penting dalam bentuk
brosur, leaflet atau tulisan dan gambar di dalam media cetak atau
elektronik, misalnya penyuluhan tentang pencegahan dan penanggulangan penyakit
liver perlu dilaksanakan secara berkelanjutan mengingat sebagian besar penyebab
penyakit hati adalah karena kurangnya pengetahuan dan kesadaran masyarakat
dalam melindungi diri mereka terhadap penyakit-penyakit hati tersebut.
Apoteker
diharapkan dapat memberikan penyuluhan secara personal dengan pasien penyakit
liver. Penyuluhan secara personal dapat meningkatkan kepatuhan pasien dalam
menjalani pengobatannya. Hendaknya apoteker memastikan bahwa pasien tahu
tentang penyakit yang dideritanya, pentingnya kepatuhan terhadap diet yang
disarankan serta akibat dari ketidakpatuhan atau kelalaian dalam menjalankan terapi
pengobatannya. Pasien harus diberi pengertian bahwa penyakit liver, khususnya
hepatitis dapat menimbulkan komplikasi lebih lanjut seperti asites, sirosis
hati dan kematian apabila tidak ditangani
dengan baik. Pasien juga harus diberikan daftar obat-obatan yang tidak boleh
diminum, seperti misalnya parasetamol yang bersifat hepatotoksik; jadi apoteker
harus mengingatkan pasien untuk menggunakan obat yang lain (misalnya asetosal)
pada saat pasien terserang demam.
SWAMEDIKASI
Swamedikasi, atau pengobatan sendiri adalah perilaku untuk mengatasi sakit ringan sebelum mencari pertolongan ke petugas atau fasilitas kesehatan. Lebih dari 60% dari anggota masyarakat melakukan swamedikasi, dan 80% di antaranya mengandalkan obat modern.
Swamedikasi adalah Pengobatan diri sendiri yaitu penggunaan obat-obatan atau menenangkan diri bentuk perilaku untuk mengobati penyakit yang dirasakan atau nyata. Pengobatan diri sendiri sering disebut dalam konteks orang mengobati diri sendiri, untuk meringankan penderitaan mereka sendiri atau sakit. Dasar hukumnya permekes No.919/MENKES/PER/X/1993, secara sederhana swamedikasi adalah upaya seseorang dalam mengobati gejala sakit atau penyakit tanpa berkonsultasi dengan dokter terlebih dahulu. Namun bukan berarti asal mengobati, justru pasien harus mencari informasi obat yang sesuai dengan penyakitnya dan apoteker-lah yang bisa berperan di sini. Apoteker bisa memberikan informasi obat yang objektif dan rasional. Swamedikasi boleh dilakukan untuk kondisi penyakit yang ringan, umum dan tidak akut. Setidaknya ada lima komponen informasi yang yang diperlukan untuk swamedikasi yang tepat menggunakan obat modern, yaitu pengetahuan tentang kandungan aktif obat (isinya apa?), indikasi (untuk mengobati apa?), dosage (seberapa banyak? seberapa sering?), effek samping, dan kontra indikasi (siapa/ kondisi apa yang tidak boleh minum obat itu?).
Kriteria obat yang
digunakan
Sesuai permenkes No.919/MENKES/PER/X/1993, kriteria obat yang dapat
diserahkan tanpa resep:
1. Tidak dikontraindikasikan untuk penggunaan pada wanita hamil, anak
di bawah usia 2 tahun dan orang tua di atas 65 tahun.
2. Pengobatan sendiri dengan obat dimaksud tidak memberikan risiko pada
kelanjutan penyakit.
3. Penggunaannya tidak memerlukan cara atau alat khusus yang harus
dilakukan oleh tenaga kesehatan
4. Penggunaannya tidak memerlukan cara atau alat khusus yang harus
dilakukan oleh tenaga kesehatan
5. Penggunaannya diperlukan untuk penyakit yang prevalensinya tinggi di
Indonesia
6. Obat dimaksud memiliki rasio khasiat keamanan yang dapat
dipertanggungjawabkan untuk pengobatan sendiri
Dampak positifnya
:
Pencegahan maupun pengobatan yang lebih dini
Biaya yang lebih terjangkau dan cepat
Dampak negatifnya :
Pengobatan yg kurang rasional
Manfaat
Swamedikasi bermanfaat dalam pengobatan
penyakit atau nyeri ringan, hanya jika dilakukan dengan benar dan rasional,
berdasarkan pengetahuan yang cukup tentang obat yang digunakan dan kemampuan
nengenali penyakit atau gejala yang timbul. Swamedikasi secara serampangan bukan
hanya suatu pemborosan, namun juga berbahaya.
Dengan semakin banyak masyarakat yang melakukan
swamedikasi, maka informasi mengenai obat yang tepat &
sesuai dengan kebutuhan mereka juga semakin diperlukan. Dalam hal itulah
seorang apoteker mempunyai peranan penting untuk memberikan informasi yang
tepat tentang obat kepada pasien atau konsumen.
BAB III
PENUTUP
III.1
Kesimpulan
·
Pelayanan farmasi merupakan salah
satu kegiatan yang menunjang pelayanan kesehatan yang bermutu. Seorang farmasi
masuk dalam kegiatan upaya kesehatan, yang terdiri atas anamnesa kefarmasian,
diagnosa kefarmasian, tindakan kefarmasian dan evaluasi kefarmasian, selain itu
sarana produksi sediaan farmasi (bahan baku obat, fitofarmaka, obat
tradisional, kosmetika, nutrisi tambahan, alat keshatan rumah tangga) sangat
berguna bagi masyarakat.
·
Parameter umum tentang hubungan farmasis dengan kesehatan masyarakat adalah penggunaan obat (rasional)
yang terkait kebijakan publik. Jika farmasis tidak terlibat dalam penentuan kebijakan tersebut pelayanan kesehatan masyarakat tidak terlayani secara optimum.
·
Masyarakat dapat
melakukan pengobatan sendiri yang disebut swamedikasi namun harus mencari
informasi obat yang sesuai dengan penyakitnya sesuai dengan arahan seorang
farmasi.
Notoatmodjo, Soekidjo.
2011. “Kesehatan Masyarakat”.
Jakarta: Rineka Cipta
http://swamedikasi.wordpress.com/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar