Jumat, 20 Januari 2017

MAKALAH

HARMACEUTICAL CARE DALAM PRAKTEK FARMASI KLINIK
SEBAGAI PERUBAHAN PARADIGMA KEFARMASIAN

MAKALAH

Oleh:
La Ode Samsul
F-14020



AKADEMI FARMASI SANDI KARSA
MAKASSAR
2017








KATA PENGANTAR
              Rasa syukur Alhamdulillah yang sedalam-dalamnya kami panjatkan kehadirat Allah Yang Maha Kuasa karena hanya dengan rahmat dan petunjukNyalah kami dapat menyelesaikan penulisan makalah ini.
Menyadari akan keterbatasan kemampuan kami, maka dalam hal ini saya mengharap kritik dan saran membangun.
Mudah-mudahan hasil dari tugas makalah ini dapat menjadi referensi yang bermanfaat bagi kita sekalian, amin.




Makassar, Januari 2017
                                                                                                                                                                                                                                                  

  P e n u l i s






BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang
Telah terjadi perubahan paradigma farmasi yang mendasar dalam dekade terkahir, yaitu perubahan paradigma dari product oriented menjadi patient oriented. Tuntutan pada paradigma patient oriented, farmasis tidak hanya berorientasi hanya kepada produk, namun juga dituntut untuk berorientasi kepada pasien, sehingga diharapkan farmasis dapat memberikan kontribusi keilmuannya secara aktif dalam meningkatkan kualitas hidup pasien.  Secara historis, perkembangan farmasi global melalui tahapan-tahapan periode. Tahap tradisional terjadi sebelum tahun 1940-an dimana fungsi dan peranan farmasis hanya berorientasi kepada produk, seperti kegiatan menyediakan, membuat dan mendistribusikan obat. Kegiatan ini menekankan pada ilmu dan seni meracik obat dalam skala kecil untuk kebutuhan pengobatan di rumah sakit ataupun di komunitas.Tahap ini mulai goyah ketika mulai berkembangnya farmasi industri yang memproduksi obat dalam skala besar. Periode tersebut terjadi sekitar tahun 1940-an, dimana peresepan tidak lagi menekankan pada obat-obatan yang membutuhkan peracikan, namun peresapan berisikan obat-obatan dalam sediaan jadi yang diproduksi oleh industri farmasi dalam skala besar.
Semakin berkembangnya ilmu kedokteran pada tahun 1960 hingga 1970-an ditandai dengan mulai bermunculan berbagai jenis obat-obatan baru serta berkembangnya metode dan alat-alat diagnosa yang baru sehingga menimbulkan permasalahan-permasalahan baru dalam proses penggunaan obat. Hal tersebut memunculkan tahapan transisional, dimana tuntutan terhadap kontribusi farmasis dalam dunia kesehatan semakin tinggi. Pada masa tersebut banyak kalangan memandang bahwa peran farmasis tidak difungsikan sebagaimana kompetensi yang dimilikinya, sehingga di Amerika dan Inggris pada tahun 1960-an muncul istilah farmasi klinik.
Periode awal famasi klinik ditunjukkan dengan adanya farmasis yang mulai mengembangkan fungsi-fungsi baru dan mencoba menerapkannya, sebagai contoh adalah dimulainya kegiatan farmasis bangsal yang menempatkan farmasis di bangsal-bangsal rawat inap untuk memberikan kontribusi keilmuannya dalam rangka meningkatkan kualitas hidup pasien, meskipun kontribusi tersebut masih dirasakan terbatas. Penerapan fungsi-fungsi baru pada masa itu bukanlah tanpa kendala, kendala yang ditemui diantaranya adalah banyaknya pertentangan dari dokter, perawat dan farmasis, namun terdapat pula faksi-faksi yang mendukung fungsi-fungsi baru tersebut untuk terus dilakukan dan dikembanngkan.
Kegigihan dan semangat untuk menjawab tuntutan berbagai kalangan mengenai peran farmasis ditunjukkan dari masa ke masa, sehingga lahirlah periode Pharmaceutical care dimana clinical pharmacy services diberikan dengan semakin baik dan paripurna.
Periode Pharmaceutical Care ditunjukkan dengan berkembangnya pendidikan tinggi farmasi yang berbasiskan farmasi klinik. Hal tersebut ditandai dengan munculnya pendidikan farmasi klinik yang sifatnya spesialistik, contohnya  farmasi klinik spesialis penyakit infeksi, kardiologi, onkologi, pelayanan informasi obat dan lain lain. Kehadiran farmasis berkeahlian klinik di negara-negara maju makin dirasakan sangat penting, mengingat makin berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi dibidang kesehatan. Penanganan pasien dilakukan melalui sebuah tim multi profesi kesehatan yang meliputi, dokter, farmasis, perawat dan tenaga kesehatan lainnya . Adanya sinergi keilmuan lintas profesi yang baik diantara profesi kesehatan dalam penanganan pasien, akan memberikan dampak yang baik bagi outcome clinic pasien yang ditanganinya.
1.2 Rumusan Masalah
  1. Pergeseran paradigma seperti apa yang terjadi dalam kefarmasian?
  2. Apa yang di maksud dengan Farmasi Klinik?
  3. Apa yang dimaksud dengan pharmaceutical care?
  4. Apa fakta yang terjadi di masyarakat mengenai perubahan paradigma kefarmasian?
1.3 Manfaat Penulisan Makalah
  1. Mengetahui bentuk pergeseran paradigma yang terjadi dalam kefarmasian
  2. Mengetahui apa yang di maksud dengan Farmasi Klinik
  3. Mengetahui apa yang dimaksud dengan pharmaceutical care
  4. Mengetahui fakta yang terjadi di masyarakat tentang perubahan paradigma kefarmasian
PEMBAHASAN

2.1.Perubahan Paradigma Kefarmasian
Pergeseran paradigma kefarmasian dari “Drug Oriented” menjadi “Patient Oriented” merupakan sebuah hal yang mesti direspon positif oleh semua kalangan, baik itu pemerintah, farmasis maupun masyarakat. Perubahan paradigma ini melahirkan sebuah produk yang dinamakan dengan “Pharmaceutical Care”.
Paradigma baru yang dimunculkan oleh ISFI adalah TATAP atau Tiada Apoteker Tiada Pelayanan. Tapi hal ini memunculkan ketidaksamaan pandangan dan memunculkan beberapa pendapat. Pendapat pertama adalah 100% setuju dari beberapa apoteker, tanpa menentang paradigma tersebut. Jika tidak ada tenaga kerja apoteker dalam suatu apotek, maka apotek tersebut dilarang untuk menjalankan bisnis penyaluran, penjualan atau melakukan distribusi obat ke masyarakat. Pendapat kedua adalah mereka yang beraliran moderat, dalam arti setuju tapi dengan beberapa pengecualian. Pengecualian tersebut adalah apotek boleh menjalankan usahanya, akan tetapi dilarang untuk melakukan kegiatan kefarmasian, seperti menulis kopi resep dari seorang dokter. Pendapat ketiga adalah mereka 100% tidak setuju terhadap paradigma baru yang dimunculkan ISFI ini. Kesimpulannya, pendapat ini masih belum disepakati sepenuhnya oleh para apoteker di Indonesia. Untuk menerapkan TATAP kepada apoteker, para apoteker harus mengubah pola pikir yang telah digunakan sampai saat ini. Apoteker datang ke apotek bukan untuk bekerja, tetapi menjalankan profesi.
2.2. Farmasi Klinik
Clinical Resources and Audit Group (1996) mendefinisikan farmasi klinik sebagai “ A discipline concerned with the application of pharmaceutical expertise to help maximise drug efficacy and minimize drug toxicity in individual patients”. Menurut Siregar (2004) farmasi klinik didefinisikan sebagai suatu keahlian khas ilmu kesehatan yang bertanggung jawab  untuk memastikan penggunaan obat yang aman dan sesuai dengan kebutuhan pasien, melalui penerapan pengetahuan dan berbagai fungsi terspesialisasi dalam perawatan pasien yang memerlukan pendidikan khusus dan atau pelatihan yang terstruktur. Berdasarkan definisi tersebut, dapat dirumuskan tujuan farmasi klinik yaitu memaksimalkan efek terapeutik, meminimalkan resiko/toksisitas obat, meminimalkan biaya dan menghormati pilihan pasien.
Kegiatan farmasi klinik tidak hanya memberikan saran professional pada saat peresepan saja namun kegiatan farmasi klinik mencakup kegiatan sebelum persepan, saat persepan dan setelah peresepan. Kegiatan farmasi klinik sebelum peresepan meliputi setiap kegiatan yang mempengaruhi kebijakan  peresepan, seperti penyusunan formularium rumah sakit, mendukung informasi dalam menetapkan kebijakan peresepan rumah sakit, evaluasi obat. Kegiatan farmasi klinik selama peresapan contohnya adalah memberikan saran profesional kepada dokter atau tenaga kesehatan lainnya terkait dengan terapi pada saat peresepan sedang dilakukan. Sedangkan kegiatan farmasi klinik sesudah peresepan yaitu setiap kegiatan yang berfokus kepada pengoreksian dan penyempurnaan peresepan, seperti  monitoring DRPs, monitoring efek obat, outcome research dan Drug Use Evaluation (DUE).
Farmasis klinik berperan dalam mengidentifikasi adanya  Drug Related Problems (DRPs).  Drug Related Problems (DRPs) adalah suatu kejadian atau situasi yang menyangkut terapi obat, yang mempengaruhi secara potensial atau aktual hasil akhir pasien. Menurut Koda-Kimble (2005), DRPs diklasifikasikan, sebagai berikut :
  1. Kebutuhan akan obat (drug needed)
  • Obat diindikasikan tetapi tidak diresepkan
  • Problem medis sudah jelas tetapi tidak diterapi
  • Obat yang diresepkan benar, tetapi tidak digunakan (non compliance)
    • Tidak ada problem medis yang jelas untuk penggunaan suatu obat
    • Obat tidak sesuai dengan problem medis yang ada
    • Problem medis dapat sembuh sendiri tanpa diberi obat duplikasi terapi
    • Obat mahal, tetapi ada alternatif yang lebih murah
    • Obat tidak ada diformularium
    • Pemberian tidak memperhitungkan kondisi pasien
  • Dosis terlalu tinggi
  • Penggunaan yang berlebihan oleh pasien (over compliance)
  • Dosis terlalu rendah
  • Penggunaan yang kurang oleh pasien (under compliance)
  • Ketidaktepatan interval dosis
  1. Ketidaktepatan obat (wrong/inappropriate drug)
  1. Ketidaktepatan dosis (wrong / inappropriate dose)
  1. Efek buruk obat (adverse drug reaction)
  • Efek samping
  • Alergi
  • Obat memicu kerusakan tubuh
  • Obat memicu perubahan nilai pemeriksaan laboratorium
  • Interaksi antara obat dengan obat/herbal
  • Interaksi obat dengan makanan
  • Interaksi obat dengan pengujian laboratorium
  1. Interaksi obat (drug interaction)
Secara garis besar kegiatan farmasi klinik meliputi pemantauan dan evaluasi penggunaan obat, pelayanan farmasi di bangsal, pelayanan informasi obat, penelitian dan pengembangan. Kegiatan farmasi klinik memiliki karakteristik, antara lain : berorientsi kepada pasien; terlibat langsung dalam perawatan pasien; bersifat pasif, dengan melakukan intervensi setelah pengobatan dimulai atau memberikan informasi jika diperlukan; bersifat aktif, dengan memberikan masukan kepada dokter atau tenaga kesehatan lainnya terkait dengan pengobatan pasien; bertanggung jawab terhadap setiap saran yang diberikan; menjadi mitra sejajar dengan profesi kesehatan lainnya (dokter, perawat dan tenga kesehatan lainnya). Keterampilan dalam melakukan praktek farmasi klinik memerlukan pemahaman keilmuan, seperti :
  1. Konsep-konsep penyakit (anatomi dan fisiologi manusia, patofisiologi, patogenesis)
  2. Penatalaksanaan Penyakit (farmakologi, farmakoterapi dan product knowledge)
  3. Teknik komunikasi dan konseling
  4. Pemahaman Evidence Based Medicine (EBM)  dan kemampuan melakukan penelusurannya
  5. Keilmuan farmasi praktis lainnya.
2.3 Pharmaceutical care
Secara sederhananya, pharmaceutical care merupakan sebuah bentuk optimalisasi peran apoteker dalam melakukan terapi obat pada pasien guna meningkatkan derajat kesehatan pasien itu sendiri. Hal ini berarti mengubah bentuk pekerjaan apoteker yang semula hanya berada di belakang layar menjadi sebuah profesi yang langsung bersentuhan dengan pasien.
Perubahan ini juga berarti bahwa pekerjaan apoteker tidak lagi hanya meracik dan menyerahkan obat saja kepada pasien, tetapi bertanggung jawab juga terhadap terapi yang diberikan kepada pasien. Hal ini berarti pekerjaan kefarmasian di era patient oriented ini jika terlaksana dalam sebuah sistem kesehatan nasional maka dipastikan akan meningkatkan derajat kesehatan masyarakat Indonesia. Karena kompetensi apoteker menjamin keselamatan pasien dalam hal penggunaan obat.
2.4 Fakta yang terjadi di Masyarakat
Perubahan paradigma ini bukan berarti tidak menimbulkan permasalahan. Ada  hal-hal yang menjadi penyebab sulitnya menerapkan konsep pharmaceutical care dalam dunia kefarmasian Indonesia, di antaranya adalah ketidaksiapan kompetensi apoteker untuk langsung bersentuhan dengan masyarakat.
Hal ini disebabkan oleh kurikulum perguruan tinggi farmasi yang belum mendukung ke arah ini. Selama ini, kurikulum pendidikan tinggi farmasi kebanyakan mengarah kepada kurikulum industri ataupun pengembangan bahan alam. Namun di era pharmaceutical care saat ini, kurikulum perguruan tinggi farmasi yang ingin mengabdi di ranah pelayanan dituntut berubah ke arah klinis. Perubahan ini sudah dimulai secara perlahan, namun memang masih jauh dari kesempurnaan. Tetapi setidaknya titik terang menuju kejayaan kefarmasian sudah terlihat dari hari ini.
Karena untuk menciptakan sebuah derajat kesehatan masyarakat Indonesia, dibutuhkan sebuah sistem kesehatan nasional yang melibatkan peran peran multi disiplin ilmu: dokter, apoteker, perawat, asisten apoteker, ahli gizi dan sebagainya. Kesemua disiplin ini bekerja secara interpersonal, artinya saling ada koordinasi yang mesti terjalin dalam sebuah pelayanan. Contohnya, komunikasi antara apoteker dengan dokter, apoteker dengan perawat, dokter dengan ahli gizi dan sebagainya.
BAB III
KESIMPULAN
3.1 Kesimpulan
Dari pembahasan di atas dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut:
  1. Pergeseran paradigma kefarmasian yang terjadi adalah perubahan paradigm dari “Drug Oriented” menjadi “Patient Oriented” yang merupakan sebuah hal yang mesti direspon positif oleh semua kalangan
  2.  Farmasi klinik adalah suatu keahlian khas ilmu kesehatan yang bertanggung jawab  untuk memastikan penggunaan obat yang aman dan sesuai dengan kebutuhan pasien, melalui penerapan pengetahuan dan berbagai fungsi terspesialisasi dalam perawatan pasien yang memerlukan pendidikan khusus dan atau pelatihan yang terstruktur
  3. Pharmaceutical care adalah sebuah bentuk optimalisasi peran apoteker dalam melakukan terapi obat pada pasien guna meningkatkan derajat kesehatan pasien itu sendiri.
  4. Kenyataan di masyarakat saat ini tentang perubahan paradigma tersebut adalah sulitnya menerapkan konsep pharmaceutical care dalam dunia kefarmasian Indonesia, di antaranya adalah ketidaksiapan kompetensi apoteker untuk langsung bersentuhan dengan masyarakat.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 2013. Era Baru Dunia Kefarmasian Indonesia. (Online). Tersedia:
http://majalahkesehatan.com/era-baru-dunia-kefarmasian-indonesia/html. (18/10/2013. 15:03 pm).
Anonim.2012. Paradigma Baru Pola Fikir Baru. (online). Tersedia:
http://www.ikatanapotekerindonesia.net/pharmacy-news/32-pharmaceutical information/379-paradigma-baru-pola-pikir-baru.html.(18/10/2013.15.20 pm).
Anonim.2012. Pharmaceutical Care. (online). Tersedia:

Tidak ada komentar:

Posting Komentar